Lenong
merupakan teater rakyat Tradisional Betawi berisi pertunjukan silat, bodoran
atau lawak dan menggunakan musik Gambang Kromong dalam setiap pertunjukan.
Pertunjukan Lenong mempunyai dua jenis cerita, pertama cerita yang mengisahkan
seribu satu malam dalam kerajaan disebut dengan Lenong Dines. Sedangkan Lenong
yang mengisahkan cerita tentang para jawoan Betawi disebut dengan Lenong
Preman. Dalam pertunjukannya para pemain laki-laki disebut dengan Panjak sedangkan
para pemain wanita disebut Ronggeng. Awalnya Lenong tumbuh secara tradisional
dengan menampilkan cerita jagoan Betawi seperti si Pitung, si Jampang dan Nyai
Dasima. Pertunjukannya dilakukan di panggung sederhana, dengan fungsi untuk
memeriahkan acara keluarga. Namun seiring perkembangan zaman dan banyaknya
urbanisasi membuat tanah lapang mulai berkurang. Hal tersebut membuat Lenong
tampil di gedung pertunjukan seperti Taman Ismail Marzuki. Selain itu sikap
Gubernur Ali Sadikin yang menggalakan Titik Balik Kebetawian membuat Lenong
mengalami zaman keemasan dan didukung oleh tokoh seperti; Djaduk, S.M Ardan,
Sumatri, dan Alwi Shahab. Kesuksesan Lenong membuatnya tampil di TVRI dan
muncul sandirawa Betawi yaitu Lenong Rumpi. Media sebagai penyalur informasi memperlihatkan
bahwa kesenian Tradisional dapat dinikmati bukan hanya untuk masyarakat Betawi
tetapi non Betawi pun menyukainya dan menjadi kebudayaan populer.
Generasi millenial yang lahir pada
tahun 1980-2000 cenderung diuntungkan dengan adanya kemajuan informasi dan
teknologi. Teknologi handphone berbasis
android atau ios yang digunakan untuk bermain games online, seperti; mobile legend yang dilakukan kalangan
muda, tentunya kegiatan itu membuat anak muda yang seharusnya masih produktif
menjadi pemalas yang hanya duduk bersantai bersama teman-temanya memegang handphone. Jarang
sekali ada anak muda yang menyukai permainan dan kesenian tradisional yang
menguras tenaga terutama di Jakarta.
Siapa sangka yang seharusnya anak muda
zaman sekarang sudah tergerus arus globalisasi dan menggilai produk-produk
globalisasi seperti, game online. Ternyata masih ada segelintir anak muda yang menyukai kesenian
tradisional yaitu lenong betawi.
Hal ini saya jumpai di sebuah
komunitas teman saya yang suka bermain teater, ternyata dari temannya ada
seorang anak muda yang baru saja mendirikan Sanggar Lenong Betawi. Dia adalah
Aditya Surya, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia UNTIRTA angkatan 2016.
Nama
sanggar yang didirikannya yaitu, Sanggar Kembang Kelapa terletak di Jalan Durian Raya
No. 5 RT. 04 / RW. 04
Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Menarik bukan? Saat anak muda sekarang lebih mengikuti tren yang ada, ia masih
menyukai kebudayaan Tradisional. Alasannya karena ia sangat peduli terhadap
kebudayaan asalnya, terlebih seorang anak betawi yang tinggal di Ibukota
Jakarta masa kalah dengan pendatang. Keinginan dan Tekadnya itu ditularkan oleh
Ayahnya yang juga seorang seniman bernama Rudi M. Noor HS, yang biasa dipanggil Cang Rudi. Mungkin beberapa kalian
pernah mendengar namanya, atau seringkali melihatnya di layar kaca. Beliau
memang sering muncul di beberapa Sinetron Tv, salah satunya di Tukang Bubur
Naik Haji. Pasti pernah liat deh, dengan logatnya yang khas Betawi. Ini dia
fotonyaa...
Beliau
bilang sebagai Generasi Muda terutama keturunan Betawi memang sudah sepatutnya
melestarikan budaya Betawi, tapi mirisnya anak jaman sekarang menganggap budaya
betawi itu kuno. Apalagi pendapatnya tentang budaya Betawi seperti Ondel-ondel
yang sering berkeliaran mengamen dipinggir jalan membuatnya sedih, Sedih karena
Ondel-ondel dibuat untuk mengamen mendapatkan uang. Memang bagus mereka ikut
turut melestarikan budaya betawi, tapi caranya itu mungkin agak sedikit kurang
pantas. Tapi beliau senang, sekarang pemerintah Jakarta lebih peduli dengan
kebudayaan Betawi. Saat ini sudah banyak acara betawi yang dibuat oleh
pemerintah, seperti; Acara Palang Pintu, Pentas Lenong Betawi rutin di Setu
Babakan, Lomba Gambang Kromong dan masih banyak lagi. Para aktor Betawi dilayar
kaca juga ada lho, beberapa seperti; Benyamin, Jaja Miharja, Mpok Nori, Mandra, Bang Bokir, Bang Madit, dan masih banyak lagi.
Saya
dan teman-teman juga menanyakan kepada para remaja yang mengikuti Sanggar
Kembang Kelapa ini, apa alasan mereka ikut Lenong Betawi. Banyak dari mereka
menjawab, kalau bukan saya siapa lagi. Motivasi yang tinggi dari mereka untuk
belajar Lenong Betawi sangat tinggi, tekad yang kuat untuk melestarikan
budayanya. Terutama di kawasan sekitar Jagakarsa, banyak sekali remaja dan
anak-anak yang menjadi tertarik dan tergerak hatinya untuk ikut berpartisipasi.
Sanggar
Kembang Kelapa yang dimiliki Adit ini tidak hanya membuka untuk kelas Lenong
Betawi saja, diantaranya ada: Palang Pintu, Gambang Kromong, Pencak Silat.
Sebagai Generasi Millenials, dia juga memanfaatkan sosial media yang ada untuk
mempromosikan Kegiatan dan Barang Jualan mereka yang khas betawi itu lho. Jadi
biarpun mereka mencintai budayanya bukan berarti mereka kuno, mereka juga
menggunakan teknologi yang ada dengan positif.
Nah
untuk kalian yang merasa keturunan Betawi, boleh juga tuh ikut melestarikan
budayanya dengan bermain Lenong Betawi dan lainnya. Simpelnya sih, mulai dari
kita ngomong betawi aja udah membantu banget kalau orang betawi yang punya
tanah jakarta itu ga semuanya pada kegusur ataupun lupa sama budayanya sendiri. Nyok, kite bangga jadi orang Betawi! J
Komentar
Posting Komentar